infoselebb.my.id: Kenapa TV Banyak Menyiarkan Tayangan Seperti Pernikahan Rizky Billar dan Lesti Kejora yang Tidak Seharusnya Dikonsumsi Publik? - INFO SELEB

Kenapa TV Banyak Menyiarkan Tayangan Seperti Pernikahan Rizky Billar dan Lesti Kejora yang Tidak Seharusnya Dikonsumsi Publik?

Posting Komentar

 

Siaran langsung pernikahan Lesti Kejora dan Rizky Billar adalah salah satu tayangan televisi (TV) yang seharusnya tidak dikonsumsi oleh publik.

Penayangan pernikahan Lesti dan Rizky pada, Kamis (19/8/2021) disiarkan secara langsung di salah satu stasiun televisi swasta.

Bahkan, tren acara siaran langsung pernikahan artis ini telah sejak lama populer, yakni pertama kali dilakukan oleh pasangan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina.

Tayangan prosesi pernikahan yang merupakan ranah pribadi selebriti ini kemudian menggunakan frekuensi publik dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Banyak pihak menyayangkan hal ini, karena tayangan tersebut dianggap tidak penting.

Kali ini, pernikahan Lesti Kejora dan Rizky Billar menjadi tayangan TV yang kembali menggunakan frekuensi publik.

Pakar media dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nina Widyawati, mengatakan bahwa tren tayangan pernikahan selebriti ini di TV yang tidak seharusnya menjadi konsumsi masyarakat, sebenarnya baik masyarakat maupun KPI sudah berusaha melakukan advokasi.

"Advokasi agar lembaga penyiaran tidak melakukan siaran langsung terhadap hal-hal yang bukan menyangkut kepentingan publik, salah satunya pernikahan selebriti," kata Nina saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/8/2021).

Jika dilihat dari histori dari siaran langsung pernikahan selebriti sebelumnya, walaupun sudah diperingatkan, televisi tetap menayangkan pernikahan artis.

Sebab, menurut Nina, stasiun televisi berharap penontonnya banyak. Penonton inilah yang akan membayar biaya penyiaran tersebut karena tanpa penonton iklan tidak akan datang.

Tak hanya tayangan pernikahan artis saja. Sebab, akhir-akhir ini banyak tayangan televisi yang seharusnya bukan menjadi konsumsi publik, justru disiarkan di TV untuk masyarakat.

Menjawab hal ini, Nina mengatakan bahwa kehadiran media sosial telah membuat penonton televisi berkurang. Dampaknya, stasiun televisi pun harus bersaing dengan media sosial.

Salah satu komoditas yang dijual oleh media sosial adalah kehidupan pribadi. Televisi ingin mengikuti cara berpikir media sosial, padahal seharusnya hal ini tidak perlu dilakukan mereka.

"Audience media sosial sifatnya segmented sedangkan televisi sifatnya massa. Selain itu, televisi menggunakan frekuensi publik," ungkap Nina.

Lebih lanjut Nina mengungkapkan bahwa televisi kini harus berebut audience atau penonton dengan media sosial.

Ia menambahkan bahwa masyarakat dari kalangan orang muda perkotaan cenderung kurang dalam konsumsi media mainstream nasional, seperti TV, koran, maupun majalah.

Konsumsi media yang kebanyakan dilakukan oleh kalangan ini adalah media yang dapat diakses secara praktis melalui gawai yang ada di tangan mereka, baik telpon pintar (smartphone) maupun laptop.

Sementara itu, stasiun TV mengejar kelompok penonton dari masyarakat yang mencari tayangan hiburan bukan melalui internet.

Terkait tayangan-tayangan yang menampilkan kehidupan pribadi artis, selama ini, KPI sebagai lembaga pengawas pedoman perilaku, telah melaksanakan fungsinya dalam mengawasi, namun bukan melakukan sensor.

Bentuk pengawasan yang dilakukan antara lain seperti menegur, mengurangi jam tayang, atau menghentikan sementara, kata Nina.

Nina menambahkan bahwa hadirnya KPI adalah buah dari demokratisasi media yang menghilangkan fungsi sensor dan pembredelan.

Dengan beragam tayangan yang akhir-akhir ini disiarkan stasiun TV, yang sebagian besar merupakan hal-hal yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik, Nina menyarankan agar masyarakat juga perlu diedukasi. (kps)

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter